Ada yang Menarik dari Proses Interview Pustakawan PTKI!

Kegiatan Peningkatan Kompetensi Pustakawan PTKI berlangsung selama tiga hari hingga Jumat kemarin (21/8). Selain untuk memberikan pembinaan dan wawasan keilmuan secara teoritis, juga menjadi ajang seleksi penjaringan peserta Development of Library System Management ke luar Negeri. Dari lima puluh lima (55) peserta yang hadir, hanya 15% saja yang akan dipilih dan menjadi “Duta Indonesia” untuk belajar dan mengikuti pemagangan di perpustakan bertaraf internasional. Rencananya, kegiatan pemagangan ini akan dilaksanakan di Queensland University of Technology, Brisbane, Australia.

Selama proses interview, terdapat hal-hal menarik yang terungkap dan patut menjadi perhatian bersama: Pertama, peserta yang hadir tidak seluruhnya adalah pustakawan. Padahal, undangan yang tertera jelas-jelas ditujukan kepada pustakawan PTKI. Tetapi yang hadir adalah dosen yang memiliki tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan. Dalam hal ini, tentunya pimpinan perguruan tinggi harus lebih bijak menyikapi setiap undangan peserta kegiatan. Hadirnya dosen dengan tugas tambahan sebagai kepala perpustakaan ini menunjukkan lemahnya managemen perguruan tinggi. Bisa jadi, peserta yang hadir tidak mengetahui bahwa kegiatan dimaksud adalah untuk menjaring peserta DELSA. Tetapi ada kemungkinan sikap powerfull pimpinan menjadi motif utama sehingga tidak mendisposisikan kepada calon peserta yang seharusnya. Kedua, ketika Tim Akademik menginterview peserta dengan pertanyaan: Lebih baik mana, menjadi pustawakan atau dosen? 96% dari mereka mengatakan, lebih baik menjadi pustakawan. Alasannya, dengan menjadi pustakawan, mereka bisa “nyambi” sebagai dosen. Tetapi ketika mereka menjadi dosen, mereka tidak bisa “nyambi” menjadi pustakawan. Padahal pilihan ini sangat kasuistik dan subjektif. Kejujuran peserta secara psikologis dipertaruhkan dalam pertanyaan jebakan ini. Ketiga, ketika Focus Group Discussion (FGD) dilaksanakan, peserta dengan antusias menyampaikan visi, misi, strategi, dan gagasan kedepan untuk management pengembangan perpustakaan. Dalam FGD, mereka menyampaikannya dalam Bahasa Indonesia dengan semangatnya. Ketika diinterview oleh Tim Akademik tentang strategi dan management pengembangan perpustakaan dalam Bahasa Inggris, peserta tidak bisa menjawab. Bisa jadi, mereka tidak siap dan gugup ketika harus berkomunikasi dalam Bahasa Inggris. Oleh sebab itu, lemahnya kemampuan bahasa dari SDM perpustakaan harus menjadi perhatian khusus dari pimpinan perguruan tinggi, dan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam dimasa yang akan datang. [Rafiq ZM]

Sumber Tulisan: http://diktis.kemenag.go.id/NEW/index.php?berita=detil&jenis=news&jd=503#.VdvEGSWqqkr

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Scroll to Top